EKSPEDISI JOBOLARANGAN

Hari Kelima (Selasa 22-08-2017)

            Pukul 05.30 kami bangun dan mulai aktivitas kembali, seperti biasa setiap pagi yang cowok selalu survei buka jalur babat hutan, semak belukar. Rasanya sudah menjadi rutinitas. Memang lelah tapi memang seperti ini sensasi sebuah ekspedisi. Dimana kami menjelajah ke suatu tempat yang belum pernah kami kunjungi dan juga sangat jarang orang luar kesana (hanya orang-orang tertentu karena memang tidak ada jalan setapak seperti pendakian gunung umumnya). Bermodalkan pengetahuan Ilmu medan dan Kompas kami yakin untuk melakukannya.

Jam 10.00 kami melanjutkan perjalanan menuju punggungan Pritgantil dekat Gn Sewatu. Melewati jalur setapak yang kita buat sendiri terkadang kami juga lewat jalur hewan. Seperti biasa ditengah perjalanan rutinitas wajib yaitu babat-babat semak-belukar.

Kemudian ditengah perjalanan kami menemukan bekas jalur setapak yang mengarah turun, lalu kami orientasi medan dan ternyata arah tersebut sama dengan tujuan kita akhirnya kami melalui jalur setapak tersebut. Akhirnya kami sampai di Gn Pritgantil, punggungan lapang yang luas.

Disini kami terjadi perdebatan dan hampir emosi satu sama lain apakah akan meneruskan perjalanan ke wonogiri atau langsung turun lewat magetan karena perbekalan kami sangat tipis. Tersisa air 1,5 lt untuk 8 orang. Ditengah perjalanan kami menemukan sebuah genangan air hujan disebuah ember. Kemudian kami mengambilnya dan memasukaannya kedalam botol lalu kami teteskan obat Betadine kedalam air tersebut, tujuannya untuk memurnikan air tersebut dari kuman-kuman. Untuk 1 lt air sekitar 2-4 tetes betadine. Beberapa menit kemudian kami mencoba air betadine tersebut, dan ini juga pertama kali kami merasakannya. Rasanya cukup segar tapi sedikit membuat mual diperut. Dengan terpaksa kami meminumnya karena tidak ada pilihan lagi. Karena rata-rata manusia normal hanya mampu bertahan hidup tanpa air selama 3 hari, kemudian mampu bertahan hidup tanpa makanan selama 3 minggu. Dan keadaan tersebut mendekati kita dalam kondisi SURVIVAL.

Dan total air yang kami miliki saat itu menjadi sekitar 5 lt dan melanjutkan ke arah wonogiri. Ditengah perjalanan kami beruntung sekali menemukan sumber mata air melimpah dari pipa (Koordinat S: 070 42’ 22.1” – E : 1110 11’ 01.3”). Lalu Kami langsung mengisi botol kosong yang kami bawa, lalu kami minum langsung dari sumbernya, dan rasanya segar seperti ada manis-manisnya. Lalu kami lanjut perjalanan sampailah di punggungan Gn Sewatu.

Akhirnya kami memutuskan menjalankan plan B, dimana rencana awal kita mau turun lewat Gn Girimanik karena kondisi yang kurang memungkinkan kami putuskan untuk turun langsung diantara punggungan Gn sewatu dan Gn Benteng menuju arah Bulukerto Wonogiri. Ditengah perjalanan kami menemukan tugu bertuliskan Geodesi Indonesia (pemetaan nasional).

30

Lalu kami lanjut berjalan menuruni punggunagan Gn benteng. Namun ditengah perjalanan kami kaget karena menemui bapak-bapak yang sedang mencari kayu sendiri ditengah hutan dan memberitahu bahwa jalan yang kami lewati buntu. Akhirnya kami kembali dan memutuskan melewati punggungan dekat Gn Kukusan. Lalu kami turun arah selatan sebelum Gn kukusan yang ditandai dengan adanya tugu kecil. Kami Mengikuti jalur setapak lama. Dan dihutan tersebut kami melihat kawanan monyet hitam ekor panjang (semacam lutung). Vegetasi dihutan ini sangat rindang dengan pohon-pohon besar. Kami agak curiga karena jalan yang kami lalui mengarah terus ke pinggiran jurang. Kemudian kami orientasi medan dan ternyata kami salah punggungan setelah kami menghitung koordinat di peta, padahal kami sudah berjalan cukup jauh. Akhirnya kami putuskan untuk naik kembali. Karena hari mulai petang akhirnya kami camp di tempat tersebut (Koordinat  S : 070 43’ 11.6” – E : 1110 11’ 00.7). Setelah selesai makan dan berdiskusi karena seharusnya sesuai rencana kami sudah sampai di ladang warga. Lalu kamipun istirahat.

Leave a comment